Antara Investasi dan Bisnis

Akademi UMKM – Jika ada yang berkata, “Kalau begitu saya sudah semangat berbisnis. Adakah teman-teman yang mau saya modali? Saya mau menginvestasikan dana saya”. Dalam beberapa tulisan saya beberapa hari ini, saya selalu membedakan BISNIS dengan INVESTASI. Kemudian saya sarankan agar kita memulai BISNIS dan mengakhirkan INVESTASI.

Perbedaan Bisnis dan Investasi

Apa beda BISNIS dengan INVESTASI? Bisnis memiliki dua tujuan khas:

  1. Meningkatkan aset.
  2. Menggaji diri sendiri. Yang tujuan lebih lanjutnya adalah memenuhi kebutuhan hidup.

Sedangkan Investasi tujuan khasnya hanya satu:

  1. Meningkatkan aset.

Gambarannya, jika Anda pejabat daerah. Anda punya uang 100 juta. Lalu Anda belikan saham suatu perusahaan. Di akhir tahun, rapat perusahaan memutuskan membagi sekian persen keuntungan kepada seluruh pemegang saham. Anggap saja Anda dapat 10juta. 10juta itu bahkan tidak sampai 1juta perbulan. Jagain kolam lele saja lebih besar gajinya dari itu.

Mengapa dapatnya cuma segitu? Itu sebenarnya sudah besar lo. Karena itu kan YANG DIBAGIKAN. Yang tidak dibagikan? Misalkan itu perusahaan pabrik keripik. Ketika Anda mulai berinvestasi, rangkaian mesin keripiknya (production line) baru satu. Sekarang rangkaian mesin keripiknya sudah dua. Dulu mobil boxnya satu sekarang dua. Dan seterusnya.

Anggap saja semuanya serba dua. Jika dulu 100juta itu hanya 1%saham, maka tahun ini tetap kita 1%saham hanya saja bila dijual (kita abaikan dulu aneka administrasi) maka uang yang kita dapatkan adalah 200juta. Ini yang disebut peningkatan aset. Jadi bukan 100juta meningkat cuma jadi 110juta tapi 210 juta (peningkatan aset plus pembagian keuntungan).

Dalam banyak kasus, keuntungan pun tidak dibagi. Karena misalkan pabriknya mau beli alat baru yang lebih besar kapasitas produksinya. Sehingga tahun itu tidak ada pembagian keuntungan. Maka mereka yang beli saham faham dan tidak protes.

Hanya saja, kalau langsung beli-beli saham sebelum kita punya bisnis dan tabungan, masalahnya sama seperti kita beli properti sebelum punya bisnis. Jika ada hal tak terduga, akan dijual dalam keadaan anjlok.

Mengapa? Karena sekalipun tujuan utamanya meningkatkan aset, kondisi ekonomi ada naik turunnya. Nilai saham bisa anjlok seketika.

Misalkan pandemi begini. Karyawan tetap digaji, padahal pemasukan hampir nol. Banyak perusahaan sampai harus berhutang ke bank. Yang jika gagal bayar, asetnya di sita. Sehingga dalam perhitungan, sekalipun pabrik, kendaraan, mesin, dll masih ada di depan mata, nilainya harus dikurangi utang2 perusahaan dll. Ini yang membuat nilai saham kita yang semula 100juta menjadi cuma 50juta kalau kita jual di saat krisis.

Belum lagi kalau banyak yang menjual sahamnya. Perusahaan harus berhutang secara riba agar bisa menguangkan saham mereka. Karena riba, penggerusan ke nilai saham semakin sadis.

Detilnya mungkin tidak seperti itu. Tapi gambaran ini penting. Banyak orang ikhlas ketika harga sertifikat saham mereka tergerus dengan mekanisme seperti itu. Namun ketika mereka investasi langsung ke seseorang, mereka gencet orang itu dengan kaidah, “Kalau rugi ya salah kamu. Kalaupun tidak untung, uang saya harus kembali utuh”. Bahkan sampai mengancam-mengancam pula.

Solusi bagi pengusaha ada dua:

A. Jangan terima investasi sama sekali.
B. Terima investasi hanya dari orang yang sudah faham bedanya bisnis dan investasi.

Jika kita pilih pilihan A, ini tentu akan memberatkan bagi UMKM. Agar pilihan B menjadi pilihan yang bisa terwujud dalam realita, maka kami membuat tulisan ini.

Jika ada yang bertanya, “Saya masih bingung berbisnis. Ada teman menawarkan saya untuk berinvestasi di usahanya. Saya lihat investasinya bagus. Namun saya sudah menyadari bahwa investasi itu hanyalah mengejar peningkatan aset. Sedangkan saya baru diPHK dan butuh pemasukan untuk hidup sehari-hari. Bagaimana?”.

Ada beberapa alternatif pilihan:

A. Dibanding investasi, lakukan kerjasama bisnis.

B. Tetap berinvestasi, lalu kita bekerja di usaha yang kita modali tersebut.

Contoh untuk kasus A:
Ada tukang soto menawarkan kerjasama investasi untuk buka cabang warung soto. Panggil saja namanya Pak Ohim. Dia sudah berpengalaman lama. Dia sudah tahu beli ayam yang murah dan bagus dimana. Sudah tahu trik-trik masak soto agar awet sampe malam tidak basi. Sudah tahu rasa soto dan sambalnya yang pas. Sudah tahu beli alat2 masak yang bagus di mana. Bahkan cara melayani pelanggan, dll juga sudah tahu.

Dibandingkan nanti konflik ketika pembagian keuntungan, salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah Anda saja yang jualan soto. Yang membuat soto tetap Pak Ohim. Tiap hari Anda beli saja dari dia sekian puluh porsi besrta sambal dan jeruk nipisnya.

Bagaimana cara melayani pelanggan? Bagaimana cara menyusun soto di mangkok? Anda bisa pelajari Youtube. Bisa ikut pelatihan. Atau Anda magang di warung soto Pak Ohim tanpa dibayar. Yang penting ingin belajar. Bahkan Anda bisa saja belajar kepada penjual soto lain selain Pak Ohim. Sekaligus sebagai rencana cadangan kalau tiba-tiba Pak Ohim sakit dan tidak bisa bikin soto.

Contoh untuk kasus B:
Ada satu kisah nyata di negeri antah-berantah. Ada satu orang yang sudah bekerja cukup lama di sebuah penerbitan. Sebut saja namanya Arya. Arya ini bahkan pernah menjadi penjual buku sehingga dia dipercaya sangat tahu bagaimana buku yang akan laku di pasaran. Harap ingat-ingat informasi ini bahwa dia dulu pernah menjadi penjual buku.

Arya kemudian menawarkan kepada teman-temannya untuk berinvestasi kepadanya membuat usaha penerbitan buku. Tertariklah beberapa orang. Di antaranya kita sebut saja namanya Pak Bimo. Pak Bimo ini berinvestasi kepada Arya. Namun untuk makan sehari-harinya, dia menjadi bagian marketing di usaha tersebut. Adapun Arya menjadi direktur utama.

Suatu ketika, dia menagih pembayaran buku kepada sebuah toko buku terkenal di kota sebelah. Total tagihan sekitar 15juta. Namun toko buku itu hanya membayarkan 2juta. Proteslah Pak Bimo, “Tagihan 15juta kok cuma dibayar 2juta?”. Maka dijawablah oleh pemilik toko buku tersebut, “Wahai kisanak, hamba tadi pagi menelepon kisanak punya junjungan agar membayar utang-utangnya selama ini. Lalu junjungan kisanak bertitah bahwa hendaklah pembayaran utang itu diambil dari uang hasil penjualan buku ini. Demikian hamba mewartakan agar kiranya kisanak tidak mempersalahkan hamba”.

Maka Pak Bimo mulai menggali gerangan apa yang terjadi. Ternyata sewaktu menjadi penjual buku Arya pernah mengambil buku di toko buku tersebut untuk dia jualkan. Jadi dia ambil barang, bayarnya nanti kalau laku. Ternyata banyak laku tapi tidak dibayar-bayar. Seharusnya yang Arya makan hanyalah margin penjualan. Tetapi pokok harga bukunya juga dia makan. Menumpuklah tagihan itu sebagai utang sampai 13juta.

Pak Bimo kemudian merasa bisnis ini tidak akan lancar karena uang yang seharusnya menjadi modal usaha mereka justru dipakai untuk menutup utang pribadi. Sekalipun mungkin akadnya meminjam uang perusahaan, namun intinya hal tersebut akan menggoncangkan keuangan. Maka Pak Bimo menarik semua dananya atau menguangkan semua sahamnya.

Dana yang ditarik tersebut dipakai Pak Bimo untuk buka lapak ayam potong yang dia kerjakan sendiri. Selang sekitar sebulan, investor lain pun geger karena terjadi penurunan aset yang besar. Mereka saling menelepon sesama investor mengeluhkan hal itu. Pada saat itu Pak Bimo cukup berkata, “Oh maaf kisanak. Hamba telah lama menguangkan saham hamba dan tidak memiliki ikatan apa-apa dengan usaha itu”.

Perhatikan kisah di atas (diambil dari kisah nyata). Dengan bekerja di usaha yang kita investasikan, kita memiliki dua keunggulan:

  1. Kita bisa membiayai hidup kita. Tidak mesti berbentuk gaji. Misalkan kita menjadi agen usaha tersebut. Sehingga sekian persen dari harga barang menjadi hak kita. Dan lain-lain.
  2. Kita bisa tahu kondisi perusahaan.

Kebanyakan investor tidak tahu kondisi perusahaan. Kurang bisa mengawasi perusahaan. Hal ini tidak terlalu masalah jika Sang Investor selama ini sudah memiliki bisnis sendiri. Jadi walaupun investasinya macet, dia masih punya uang untuk membiayai keperluan hidupnya. Salah satunya dana transportasi (beli bensin, perawatan kendaraan, dll) sehingga bisa mendatangi Si Pengusaha yang kita tanamkan modalnya, mengawasi usahanya, atau minimal melakukan sidak (inspeksi mendadak).

Jika kita belum punya bisnis sama sekali, sebaiknya kerjasama bisnis saja. Jadi Anda langsung punya bisnis tapi tidak usah mengerjakan semua. Atau tetap berinvestasi, namun Anda ikut kerja di bisnis tersebut.

Maka tulisan ini menjawab pertanyaan, “Saya baru diPHK dan ada pesangon serta tabungan untuk berinvestasi. Adakah investasi yang bagus?”.

والله أعلم
والله الموفق إ أقوام الطريق


Oleh: Beta Sagita, S.T.P

(Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan Alumni IPB Kab. Bogor, Pelaku UMKM Kuliner)

>>> Silahkan Share artikel diatas, dengan mengklik aplikasi di bawah ini ::

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *