Tujuan awal Laksita Pradnya Paramita berbisnis adalah untuk membalas hinaan yang pernah dilontarkan teman-temannya semasa SMA. Siapa sangka, usaha penjualan kaos kaki yang dilakukannya menghasilkan jutaan rupiah setiap bulannya. Di tangannya, pelengkap alas kaki ini menjadi item fashion dengan pasar yang menjanjikan.
“Saya memilih kaus kaki karena peluangnya ada. Pasar Indonesia, khususnya remaja butuh sesuatu yang baru. Mereka jenuh dengna kaus kaki yang polos, tidak bagus untuk fesyen dan identik dengan murah,” ungkapnya.
Jika Anda melihat akun social instagram @VoriaSocks, tak akan menyangka kalau itu milik pengusaha berusia 20 tahun. Tampilan menarik, dilengkapi foto-foto produk kaos kakinya yang tidak biasa saja. Terlihat kalau itu disajikan dengan konsep untuk meraih pasar anak muda.
“Prinsip aku tuh, kita berbisnis tak hanya sekadar bagus, tetapi beda. Karena ‘bagus’ di mata aku sudah baik, tetapi kalau beda ada daya tarik tersendiri di sana,” ungkap gadis yang akrab disapa Mita itu.

Disebutkan Mita, bisnis kaus kaki ini dimulai sekitar Februari 2014 lalu. Kala itu Mita mulai dengan modal Rp 45 ribu untuk satu lusin kaos kaki, yang dia jual dengan harga Rp 15 ribu per pasang.
Menariknya, bisnis kaus kaki ini ditemukan Mita secara tidak sengaja. “Awalnya saya jalan-jalan ke Pasar Baru, ketemu satu kaus kaki yang motifnya saya suka banget. Bahannya juga bagus. Saya sampai tidak tega kok kaus kaki bagus gini dijual Rp 10 ribu tiga. Ternyata itu barang sisa ekspor. Dari sana saya terpikir kenapa tidak jual saja sendiri,” kisah Mita.
Penjualan dilakukan secara online, lewat akun instagram @VoriaSocks. Rupanya pilihan kaus kaki yang ditawarkan Mita mendapat respon baik dari pasar. Dia menawarkan kepada para pelanggan kaos kaki dengan disain gambar unik dan menarik . Mulai dari wajah pentolan musisi Beatles John Lenon hingga gaya fenomenal Marilyn Monroe. Ada juga aneka motif makanan mulai dari telur ceplok, burger, hingga es krim.
“Kalau anak remaja zaman sekarang nyari yang beda, bukan yang bagus. Itu yang aku ingin terapkan di kaus kakiku,” ungkap Mita.
Animo ini ditangkap Laksita sebagai peluang. Ia langsung menggandeng produsen kaus kaki lokal untuk memproduksi dengan desain khusus. Ia juga mempersiapkan merek dan kemasan yang memiliki nilai khusus.
Usahanya tidak sia-sia. Hanya dalam waktu 16 bulan omzet penjualannya menembus angka hingga Rp 200 juta per bulan. Rencananya, Mita ingin membuat kaus kaki dengan karakter Ridwan Kamil. Namun saat ini masih menunggu konfirmasi dari Walikota Bandung itu.
Bangkrut Hingga Empat Kali
Gadis cantik kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 24 Maret 1995 ini bukanlah mewarisi usaha dari orang tuanya. Kesukesan itu dia raih dengan kerja kerasnya sendiri. Jatuh bangun dia alami. Tidak sedikit yang meragukan kemampuannya. Tetapi ia terus bangkit dan mengejar kesuksesan.
“Saya berasal dari keluarga broken home. Ibu saya sejak kecil mengajar bahwa saya tidak selalu mendapatkan apa yang saya mau dengan cuma-cuma. Harus ada perjuangan dulu kalau saya ingin mendapatkan sesuatu,” ungkap Mita.
Rupanya didikan Sri Lestari, sang ibu yang disiplin membangun intuisi Mita dalam berbisnis. Sejak kecil dia sudah bisa melihat peluang usaha. Saat duduk di bangku sekolah dasar, Mita sudah berjualan barang-barang yang diminati teman-teman sekolahnya. Uang yang dia dapatkan, dipergunakan untuk kembali membeli barang lain yang dia inginkan.
Sebelum memiliki brand VoriaSock, Mita sempat mencoba berbagai berbisnis. Ia pernah jualan baju yang diambil dari pusat tekstil Tanah Abang, Jakarta. Usaha ini hanya 11 hari bertahan. Lalu ia mencoba bisnis kuliner dengan brand Ayam Razet, warung tenda yang menawarkan menu ayam tulang lunak. Tapi bisnis ini hanya bertahan delapan bulan. “Rata-rata usaha saya tutup karena kendala produksi,” aku lulusan SMA 1 Bandung.
Tetapi Mita tidak menyerah. Dia terus saja mencoba berbisnis. Bahkan demi mendapatkan bekal ilmu yang cukup, dia memutuskan untuk mengambil pendidikan di Young Entrepreneur Academy (YEA), milik Jaya Setiabudi. “Saya memutuskan untuk keluar dari zona aman, dan tidak kuliah di tempat yang hanya menghasilkan gelar. Saya ingin belajar di lapangan dan belajar langsung pada orang-orang yang telah memulai bisnis,” kata Mita
Keputusan itu sempat ditentang banyak orang, termasuk keluarganya. “Keluarga saya tidak terima bila saya tidak kuliah dan mendapat gelar. Tetapi saya coba yakinkan mereka bahwa saya tidak kuliah bukan berarti saya tidak melakukan sesuatu,” tegas Mita.
Mengikuti pendidikan selama enam bulan membuat kemampuan bisnis Mita semakin terasah.
Orang Pintar
Tak ada yang mengira kalau Mita itu pernah menjadi korban bully semasa SMA. Gadis berkulit terang ini rupanya sempat menjadi bahan ejeken dari kawan-kawan sekolah, karena hasil IQ-nya di bawah rata-rata.
“Saya ingat saya ditertawakan satu kelas, sampai ada satu teman saya bilang, mana bisa Laksita sukses, IQ-nya ajah kecil,” kenangnya.
Hinaan dan ejekan itu malah membangkitkan motivasi dalam diri Mita. “Saya ingat waktu itu saya bilang ke mereka: lihat lima tahun ke depan siapa yang lebih sukses,” ucapnya. Bahkan dia bertekad untuk membuktikan bahwa kurang dari lima tahun dirinya akan dapat mencapai cita-cita itu.
Pengalaman buruk itu membuat Mita semakin serius menekuni dunia bisnis. Dan terbukti berkat kepintarannya, bisnis VoriaSock yang dikelola lewat jejaring social media seperti Instragram dan Twitter, berkembang pesat. “Tak perlu jadi orang pintar, tapi pintar mencari orang pintar” ujarnya
Ya, Laksita berhasil membentuk tim kreatif yang terdiri dari admin sosmed, fotografer, model, desainer dan penulis untuk mendongkrak bisnisnya. Dan sinergi ini terbukti berhasil membuat kaus kaki yang identik murah dan bolong, menjadi barang fesyen yang berkelas.
Bahkan, kini produk VoriaSock sudah sampai ke mancanegara, seperti Brunei Darussalam, Malaysia dan Australia. Sukses juga membuat Mita terus mengembangkan kualitas produknya. Dia selalu menekankan garansi uang kembali kepada para pelanggan. Selain itu, ada layanan konsultasi tentang kaus kaki yang dibutuhkan pelanggan.
Dan kini berkat Mita, kaus kaki bukan lagi sekedar salah satu aksesoris pelengkap dalam berpakaian, akan tetapi telah menjadi bagian dari gaya dalam berbusana. “Saya yakin banyak di luar sana yang berpenghasilan triliunan hanya dengan menjual plastik kresek dan barang yang sering diremehkan. Jadi berbisnis itu bukan soal gengsi, tetapi soal hati,” pesan Duta Wirausaha Pelajar Indonesia itu.
Sumber : Youngster.id