Ibu Yani, Penghasil Kain Songket Garut

Namanya Ibu Yani, beliau menerima PKH (Program Keluarga Harapan) tahun 2018, saat itu beliau masih bekerja sebagai karyawan pabrik di daerah JL. Pembangunan dan suaminya bekerja di tempat sutra ternama masih ada hubungan keluarga.

Bu Yani bekerja sebagai karyawan pabrik sudah 17 tahun, sedang suaminya pun sudah sangat lama bekerja di tempat sutra rersebut sehingga sudah banyak ilmu dan keahlian yang didapat oleh pak Chandra selaku suami ibu Yani. Karena sudah memiliki dan keahlian dan pak Chandra selalu di percaya dalam pembuatan design maupun pengelolaan pabrik sutra tersebut karena keahliannya.

Pak Presiden pun, menggunakan Kain Songket produksi Ibu Yani

Berniat Membuat Produksi Sendiri

Dalam hati kecilnya pak Chandra dan bu Yani sebenarnya ingin sekali membuat pabrik kecil-kecilan dan bisa mendesain pola-pola keahlian yang dimilikinya untuk di tuangkan dalam produksi sendirinya, tapi keinginan itu selalu di pendam pak Chandra dan pak Chandra serta bu yani selalu menabung dan menyimpan uang hasil dari jerih payahnya dengan harapan suatu hari nanti akan bisa memiliki pabrik sendiri dan karyawan sendiri walaupun hanya sedikit.

Setelah beberapa kali berfikir dan mempertimbangkan, ternyata keinginan memiliki usaha sendiri itu lebih besar daripada hanya sebagai karyawan saja di perusahaan orang lain walaupun memiliki tali kekerabatan. Beberapa saat setelah itu, pak Chandra dan istri mendirikan pabrik kecil-kecilan atau tepatnya membuat rintisan pengelolaan kain songket yang berbeda dengan dengan pabrik sutra sebelumnya dari hasil tabungan yang mereka kumpulkan.

Awal Usaha

Saat itu mereka baru memiliki 6 buah alat pengelolaan songket sekaligus memiliki 6 karyawan yang di pekerjakan dari keluarganya sendiri dengan tujuan untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga yang saat itu menganggur. Ke enam karyawan tersebut di ajari proses pembuatan kain songket dari yang gagal terus menerus sampai akhirnya bisa jadilah satu kain songket tepatnya di daerah cihanja mereka mengontrak tempat pabriknya selama 1 tahun 1 juta.

Di sisi lain ketika bu Yani sebagai penerima PKH, tidak terlihat hal yang berlebihan dalam setiap kegiatan pertemuan kelompok baik FDS maupun saat pertemuan kelompok pemutahiran. Bu yani tetap mendorong anaknya sekolah lebih giat lagi karena sudah di bantu dari program PKH ini, komponen anak sekolahnya hanya satu yaitu SMKN 1 Garut kelas 1 saat itu, dan anaknya satu lagi sudah menikah. Tidak terlihat hal special dari bu Yani, tapi sederhana seperti pada umumnya ibu-ibu penerima PKH.

Tepat bulan februari bu Yani menyampaikan keinginannya untuk mengundurkan diri dari program PKH dengan alasan memiliki usaha rintisan suami berupa pengelolaan kain songket.

Pendamping mendatangi rumah bu yani dan mewawancari ibu yani alasannya kenapa ingin keluar dan hal lainnya, bu yani menyampaikan ingin keluar dari kepesertaan PKH karena memiliki usaha rintisan tapi sebetulnya tidak tau apakah usaha rintisannya ini akan maju atau tidak, karena yang namnya usaha tintisan banyak sekali halangan dan rintangannya. Saat mengabarkan pengunduruna diri bu Yani baru memiliki 6 karyawan dan 6 mesin dengan kondisi masih mengontrak tempat di daerah cianji tersebut.

Mundur dari Program PKH

Akhirnya tepat tanggal 26 maret bu Yani mengundurkan diri dari program PKH secara resmi, dan berselang beberapa bulan bu Yani pun resign dari pabrik yang selama ini membantu usahanya selama 17 tahun dengan alasan ingin membantu focus usaha suaminya dan mengurus beberapa urusan keluarga lainnya. Dana tabungan kecil-kecilan serta tabungan dari pak Chandra tentu dana tunjangan bekerja di pabrik yang di dapatkan bu yani di belikan tambahan modal untuk pembelian alat songket 4 mesin sehingga total mereka memiliki mesin 10 dan 10 karyawan yang di pekerjakan dan tempat kontrakan pabriknya berpindah dari cihanja kedaerah kadungora, dari kontrakan 1 tahun 1 juta, kini menjadi 1 tahun 6 juta karena mesin tersebut bertambah manjadi 10 mesin.

Tepatnya pertangahan tahun 2019 Beberapa bulan berselang pasangan tersebut mengajukan pinjaman kepada Bank dengan tujuan pembelian lahan tanah untuk didirikan bangunan pabrik seadanya, maka di setujuilah pemberian pinjaman sebesar 50 juta untuk usaha tersebut dan pembelian tanah di daerah samarang dan pembangunannya, sisanya dana tersebut di belikan mesin tambahan lagi berjumlah 20 mesin maka bertambah lah mesin tersebut menjadi 30 mesin dan 30 karyawan yang semuanya rata-rata dari keluarga dekat maupun jauh mereka untuk peningkatan ekonomi keluarga mereka masing-masing.

Omset Meningkat

Dari hasil 30 mesin maka ada peningkatan dan jumlah pengelolaan hasil kain songketnya dari biasanya seminggu hanya mendapat kan beberapa potong tapi setelah penambahan mesin tersebut rat-rata menjadi 15 potong perminggunya dan mendapatkan omset 15 juta dalam tiap minggunya. Omset tersebut belum di potong biaya penbayaran karyawan dan biaya produksi. Perkaryawan jika selesai melakukan hasil songket (selendang dan bawahan kain) mereka di bayar Rp. 320.000-350.000 maka jika d jumlah total untuk pembayaran karyawan kurang lebih Rp. 4.800.000 dalam satu minggunya, begitu juga dengan biaya produksi kira-kira menghabisakan dana sekitar Rp. 4.000.000-5.000.000., Maka pendapatan bersih yang di dapat kurang lebih sekitar Rp. 5.200.000 dalam satu minggu di kali dalam satu bulan bu yani dan suami bisa mengantongi kurang lebih Rp. 20.800.000.

Maka nilai ini merupakan cukup besar bagi bu yani dan keluarga dalam usahanya, tetapi sosok bu yani masih sederhana dan dikenal sangat baik di lingkungan rumah sekitar maupun keluarga, dan sosok pak Chandra pun merupakan sosok yang sederhana tidak terlihat dari penampilannya jika dia memiliki pabri pengelolaan songket, bahkan di satu kesempatan pendamping meminta berfoto dengan pak Chandra tidak mau katanya malu dan tidak terbiasa di foto apalgi pakaian yang di kenakan hanya kaos biasa dan celana levis biasa.

Tetapi walaupun pak Chandra sudah memiliki usaha songket, ternyata dia masih menjadi karywan sutra dan masih mau bekerja sebagai karyawan sutra beberapa kali dalam satu minggu, ketika ditanya alasan kenapa tidak keluar dari tempat bekerja yang terdahulu jawaban pak Chandra sangat sederhana.

“Ah alim ngaleuleungit jasa orang lain yang sudah memberikannya kemampian dalam pembuatan design songket maupun sutra maka saya akan tetap bekerja dan menjadi karyawan di sana selama tenaga saya ini masih di butuhkan,” begitu celotehnya saat menceritakannya kembali kepada pendamping.

Inilah contoh nyata dari KPM PKH yang dengan kesadarannya mengundurkan diri dari kepesertaan PKH, walaupun awalnya usah mereka hanya baru rintisan saja, tapi dengan keuletan dan kesabaran pasangan ini maka pabrik songket nyapun perlahan tapi pasti bisa memberikan manfaat dan lapangan kerja bagi orang lain dengan jumlah yang tidak sedikit.

Demikian profil ini saya sampaikan, saya  ingin berbagi cerita dan kebahagian dan saya bangga pernah menjadi pendamping PKH beliau, Karena di setiap kesempatan P2K2 maupun pemutahiran pertemuan kelompok di setiap akhir penutupan pertemuan saya selalu mengingatkan ibu-ibu bahwa kepesertaan PKH ini tidak selamanya dan ibu-ibu tidak bisa menggantungkan harapan berlebih dari program ini dan selalu mendorong kepada kpm untuk bisa mengundurkan diri secara mandiri jika benar-benar merasa mampu dan memiliki usaha mandiri seperti yang di lakukan bu Yani,  tentu dengan bertanya dan intropkesi diri dalam program ini, apakah ibu-ibu layak menerima PKH atau tidak, dan Alhamdulillah dalam pembinaan ini ada saja beberapa ibu-ibu yang menyadari untuk bisa keluar dari PKH setelah pertemuan kelomppok maupun setelah beberpa kesempatan untuk bisa keluar dalam program ini, salah satunya ibu Yani ini.

Terimakasih sudah memberikan arti dan menambah persaudaran serta menjadi bagian dari keluarga besar PKH walaupun sudah graduasi mandiri dari PKH.

Terkadang di suatu waktu ibu Yani suka cerita suka kangen ingin bertemu dan pertemuan kelompok lagi, mengikuti P2K2lagi karena menambah pengatahuan, bekal menjadi orang tua yang baik meupun pengelolaan dana ekonomi melaluui menabung dan usaha mandiri, tak lupa kesan  keseruan dalam pertemuan kelomppok yang kami lewati bersama.

Demikian cerita pengalam saya mendampingi beliau yang baik hati, sederhana, dan tentunya beliau bias berbangga karena hasil jerih payah bersama suaminya membuahkan hasil dengan diliriknya kain songket beliau oleh butik ternama, puncaknya beliau patut berbangga karena hasil karya suaminya diminati pembeli terutama saat pernikahan anak bapak Presiden kita ibu Kahiyang Ayu yang dipersunting oleh Boby nasution yang nota bene asli orang batak medan yang memang memiliki ciri khas kain songket sehingga karya pak Chandra dan bu Yani digunakan saat resepsi pernikahan ibu kahiyang ayu yang merupakan anak dari Bapak presiden Jokowi Dodo.

Tidak mudah memiliki kesempatan langka dan berharga ini salah satunya bu yani yang memang berangkat dari nol serta menjadi penerima Program keluarga Harapan dari “Kementrian Sosial”.

Untuk Info lebih lengkap silahkan hubungi :

Ibu Yani Mulayani, Telp/WA. 0896 1977 6304 | Lokasi : KP. Rancabogo RT 03 Rw 07, Desa Tarogong, Garut, Jawa Barat.


Oleh : Anggit Rusmala Dewi (Pendamping PKH Tarogong)

>>> Silahkan Share artikel diatas, dengan mengklik aplikasi di bawah ini ::

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *